Wahana Cinta untuk Berbagi Ilmu dan Karangan Hasil Penelitian atau Studi Kasus Masalah-Masalah dalam Pembahasan Makalah, Artikel, Skripsi, Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dan Penelitian Tindakan Sekolah (PTS)

Monday 17 October 2016

Makalah : Fonem Dalam Bahasa Indonesia

MAKALAH 
FONEM DALAM BAHASA INDONESIA
  1. Definisi Fonem
Fonem adalah bunyi terkecil yang dapat membedakan makna, sedangkan huruf adalah lambang bunyi atau lambang fonem. Yang membedakan arti kata jahat dan jahit adalah /i/ yang dilambangkan dengan huruf I dan bunyi /a/ yang dilambangkan dengan bunyi huruf a, bunyi /i/ dan bunyi /a/ disebut fonem /i/ dan fonem /a/.
Mungkin kita bertanya-tanya, apakah sama antara fonem dengan huruf? Tentu saja tidak, fonem adalah bunyi dari huruf, dan huruf adalah lambang dari bunyi. Jadi, fonem sama dengan bunyi, sedangkan huruf adalah lambang. Jumlah huruf hanya 26.
Setelah kita melafalkan ke 26 huruf itu, berarti kita mendapatkan 26 bunyi huruf (fonem). Akan tetapi, jumlah fonem dalam bahasa Indonesia ternyata lebih dari 26 karena beberapa huruf mempunyai lebih dari satu lafal bunyi.
Pasangan minimal ialah pasangan terkecil perkataan, yaitu pasangan perkataan yang hampir sama dari segi sebutan dan juga cara menghasilkan bunyi perkataan tersebut tetapi masih terdapat perbedaan kecil pada bunyi (fonem) tertentu yang membedakan makna antara perkataan tersebut. Fonem-fonem diucapkan secara berangkai dan berkelompok di dalam pemakaian bahasa. Artinya, setiap fonem diucapkan secara terpisah-pisah. Kelompok fonem yang merupakan unsur sebuah kata dasar atau morferm bahasa Indonesia disebut “suku”. Dengan kata lain, struktur suku ditentukan oleh hubungan sintagmatis di antara fonem-fonemnya. 
Perhatikan tabel berikut   :
Kata Dasar
ia
tiba
pindah
prisma
Suku
i a
Ti  ba
Pin dah
Pris ma
Fonem
/i/a/
/t/i/b/a/
/p/i/n/d/a/h/
/p/r/i/s/m/a/


  1. Distribusi Fonem
Distribusi fonem adalah letak atau beradanya sebuah fonem di dalam satu satuan ujaran yang disebut dengan sebuah kata atau morfem. Secara umum fonem dapat berada pada posisi awal kata, di tengah kata, maupun di akhir kata. Fonem vokal memang  selalu dapat menduduki posisi pada semua tempat.
  1. Fonem Vokal
Nama-nama fonem vokal yang ada dalam bahasa Indonesia adalah:
  1. /i/ vokal depan, tinggi, tak bundar
  2. /e/ vokal depan, sedang, atas, tak bundar
  3. /a/ vokal depan, rendah, tak bundar
  4. /∂/ vokal tengah, sedang, tak bundar
  5. /u/ vokal belakang, atas, bundar
  6. /o/ vokal belakang, atas, bundar


Fonem vokal yang dihasilkan tergantung dari hal berikut.
  1. Tinggi rendahnya posisi lidah
Berdasarkan tinggi rendahnya posisi lidah bunyi-bunyi vokal dapat dibedakan atas:
  • vokal tinggi atas, seperti bunyi [i] dan [u]
  • vokal tinggi bawah, seperti bunyi [I] dan [U]
  • vokal sedang atas, seperti bunyi [e] dan [o]
  • vokal sedang bawah, seperti bunyi [ɛ] dan [ﬤ]
  • vokal sedang tengah, seperti bunyi [∂]
  • vokal rendah, seperti bunyi [a]
  1. Maju mundurnya lidah
Berdasarkan maju mundurnya lidah bunyi vokal dapat dibedakan atas:
  • vokal depan, seperti bunyi [i], [e], dan [a]
  • vokal tengah, seperti bunyi [∂]
  • vokal belakang, seperti bunyi [u] dan [o]


Berkenaan dengan penentuan bunyi vokal berdasarkan posisi lidah ada konsep yang disebut vokal kardinal (Jones 1958:18), yang berguna untuk membandingkan vokal-vokal suatu bahasa di antara bahasa-bahasa lain. Konsep vokal kardinal ini menjelaskan adanya posisi lidah tertinggi, terendah, dan terdepan dalam memproduksi bunyi vokal itu. Bunyi vokal [i] diucapkan dengan meninggikan lidah depan setinggi mungkin tanpa menyebabkan terjadinya konsonan geseran. Vokal [a] diucapkan dengan merendahkan pangkal lidah sebawah mungkin. Vokal [u] diucapkan dengan menaikkan pangkal lidah setinggi mungkin.
  1. Fonem Struktur
Struktur pada bunyi vokal adalah jarak antara lidah dengan langit-langit keras (palatum). Maka, berdasarkan strikturnya bunyi vokal dapat dibedakan menjadi:
  • Vokal tertutup (close vowels) yaitu vokal yang dibentuk dengan lidah diangkat setinggi mungkin mendekati langit-langit. Vokal tertutup antara lain [i], [u].
  • Vokal semi tertutup (half-close) yaitu vokal yang dibentuk dengan lidah diangkat dalam ketinggian sepertiga di bawah tertutup atau dua per tiga di atas vokal terbuka. Vokal semi tertutup antara lain [e], [∂], dan [o].
  • Vokal semi terbuka (half-open) yaitu vokal yang dibentuk dengan lidah diangkat dalam ketinggian sepertiga di atas terbuka atau dua per tiga di bawah vokal tertutup. Vokal semi terbuka antara lain [ɛ] dan [ﬤ].
  • Vokal terbuka (open vowels) yaitu vokal yang dibentuk dengan lidah dalam posisi serendah mungkin. Vokal terbuka adalah [a].
  1. Bentuk mulut
Berdasarkan bentuk mulut sewaktu bunyi vokal itu diproduksi dapat dibedakan:
  • Vokal bundar, yaitu vokal yang diucapkan dengan bentuk mulut membundar. Dalam hal ini ada yang bundar terbuka seperti bunyi [ﬤ], dan yang bundar tertutup seperti bunyi [o] dan bunyi [u].
  • Vokal tak bundar, yaitu vokal yang diucapkan dengan bentuk mulut tidak membundar, melainkan terbentang melebar, seperti bunyi [i], bunyi [e], dan bunyi [ɛ].
  • Vokal netral, yaitu vokal yang diucapkan dengan bentuk mulut tidak bundar dan tidak melebar, seperti bunyi [a]
Berdasarkan keempat kriteria diatas, maka nama-nama vokal dapat disebutkan sebagai berikut:
[i] adalah vokal depan, tinggi (atas), tak bundar, tertutup.
[I] adalah vokal depan, tinggi (bawah), tak bundar, tertutup.
[u] adalah vokal belakang, tinggi (atas), bundar, tertutup.
[U] adalah vokal belakang, tinggi (bawah), bundar, tertutup.
[e] adalah vokal depan, sedang (atas), tak bundar, semi tertutup.
[ɛ] adalah vokal depan, sedang (bawah), tak bundar, semi terbuka.
[∂] adalah vokal tengah, sedang, tak bundar, semi tertutup.
[o] adalah vokal belakang, sedang (atas), bundar, semi tertutup.
[ﬤ] adalah vokal belakang, sedang (bawah), bundar, semi terbuka.
[a] adalah vokal belakang, rendah, netral, terbuka.


  1. Fonem Diftong
Fonem diftong yang ada dalam bahasa Indonesia adalah fonem diftong /ay/, diftong /aw/, dan diftong /oy/. Ketiganya dapat dibuktikan dengan pasangan minimal.
/ay/ gulai x gula (gulay x gula)
/aw/ pulau x pula (pulaw x pula)
/oi/ sekoi x seka (s∂koy x seka)
Adapun klasifikasi diftong adalah sebagai berikut:
  1. Diftong naik, terjadi jika vokal yang kedua diucapkan dengan posisi lidah menjadi lebih tinggi daripada yang pertama.
Contoh:
[ai]                  
[au]                 
[oi]                  
[∂i]                  
  1. Diftong turun, terjadi bila vokal kedua diucapkan dengan posisi lebih rendah daripada yang pertama. Dalam bahasa Jawa ada diftong turun contohnya:
[ua] pada kata ‘sangat puas’
[uo] pada kata ‘sangat sakit’
[uɛ] pada kata ‘sangat jelek’
  1. Diftong memusat, terjadi bila vokal kedua diacu oleh sebuah atau lebih vokal yang lebih tinggi, dan juga diacu oleh sebuah atau lebih vokal yang lebih rendah. Dalam bahasa Inggris ada diftong [oα] seperti pada kata dan kata . Ucapan kata adalah [mo∂] dan ucapan kata adalah [flo∂].


  1. Fonem Konsonan
Nama-nama fonem konsonan bahasa Indonesia adalah
/b/ konsonan bilabial, hambat, bersuara
/p/ konsonan bilabial, hambat, tak bersuara
/m/ konsonan bilabial, nasal
/w/ konsonan bilabial, semi vokal
/f/ konsonan labiodentals, geseran, tak bersuara
/d/ konaonan apikoalveolar, hambat, bersuara
/t/ konsonan apikoaveolar, hambat, tak bersuara
/n/ konsonan apikoaveolar, nasal
/t/ konsonan apikoaveolar, sampingan
/r/ konsonan apikoaveolar, getar
/z/ konsonan laminoalveolar, geseran, bersuara
/s/ konsonan laminoalveolar, geseran, tak bersuara
/∫/ konsonan laminopalatal, geseran, bersuara
/ñ/ konsonan laminopalatal, nasal
/j/ konsonan laminopalatal, paduan, bersuara
/c/ konsonan laminopalatal, paduan, tak bersuara
/y/ konsonan laminopalatal, semivokal
/g/ konsonan dorsevelar, hambat, bersuara
/k/ konsonan dorsevelar, hambat, tak bersuara
/ŋ/ konsonan dorsevelar, nasal
/x/ konsonan dorsevelar, geseran, bersuara
/h/ konsonan laringal, geseran, bersuara
/?/ konsonan glotal, hambat
Fonem konsonan dapat digolongkan berdasarkan 4 kriteria yakni:
  1. Tempat artikulasi, yaitu tempat terjadinya bunyi konsonan, atau tempat bertemunya artikulator aktif dan artikulator pasif. Tempat artikulasi disebut juga titik artikulasi. Sebagai contoh bunyi [p] terjadi pada kedua belah bibir (bibir atas dan bibir bawah), sehingga tempat artikulasinya disebut bilabial. Contoh lain bunyi [d] artikulator aktifnya adalah ujung lidah (apeksi) dan artikulator pasifnya adalah gigi atas (dentum), sehingga tempat artikulasinya disebut apikondental.
  2. Cara artikulasi yaitu bagaimana tindakan atau perlakuan terhadap arus udara yang baru keluar dari glotis dalam menghasilkan bunyi konsonan itu. Misalnya, bunyi [p] dengan cara mula-mula arus udara dihambat pada kedua belah bibir, lalu tiba-tiba diletupkan dengan keras. Maka bunyi [p] itu disebut bunyi hambat atau bunyi letup. Contoh lain bunyi [h] dihasilkan dengan cara arus udara digeserkn di laring (tempat artikulasinya). Maka, bunyi [h] disebut bunyi geseran atau frikatif.
  3. Bergetar tidaknya pita suara, yaitu jika pita suara dalam proses pembunyian itu turut bergetar atau tidak. Bila pita suara itu turut bergetar maka disebut bunyi bersuara. Jika pita suara tidak turut bergetar, maka bunyi itu disebut bunyi tak bersuara. Bergetarnya pita suara adalah karena glotis (celah pita suara) terbuka sedikit, dan tidak bergetarnya pita suara karena glotis terbuka agak lebar.
  4. Striktur, yaitu hubungan posisi antara artikulator aktif dan artikulator pasif. Umpamanya dalam memproduksi bunyi [p] hubungan artikulator aktif dan artikulator pasif, mula-mula rapat lalu secar tiba-tiba dilepas. Dalam memproduksi bunyi [w] artikulator aktif dan artikulator pasif hubungannya renggang dan melebar.


  1. Dasar-Dasar Analisis Fonem
Dasar-dasar analisis fonem adalah pokok-pokok pikiran yang dipakai sebagai pegangan untuk menganalisis fonem-fonem suatu bahasa. Pokok-pokok pikiran ini bisa juga disebut dengan premis-premis. Pokok-pokok pikiran atau premis-premis yang dimaksud adalah sebagai berikut.
    1. Bunyi-bunyi suatu bahasa cenderung dipengaruhi oleh lingkungannya.
    2. Sistem bunyi suatu bahasa berkecenderungan bersifat simetris.
    3. Bunyi-bunyi suatu bahasa cenderung berfluktuasi.
  1. Bunyi-bunyi yang mempunyai kesamaan fonetis digolongkan tidak berkontras apabila berdistribusi komplementer dan/atau bervariasi bebas.
  2. Bunyi-bunyi yang mempunyai kesamaan fonetis digolongkan ke dalam fonem yang berbeda apabila berontras dalam lingkungan yang sama atau mirip.


  1. Prosedur Analisis Fonem
Berikut ini adalah prosedur yang banyak dilakukan para linguis dalam analisis fonem terhadap bahasa yang diteliti, yaitu :
    1. Mencatat korpus data setepat mungkin dalam transkripsi fonetis.
    2. Mencatat bunyi yang ada dalam korpus data ke dalam peta bunyi.
    3. Memasangkan bunyi-bunyi yang dicurigai karena mempunyai kesamaan fonetis.
    4. Mencatat bunyi-bunyi selebihnya karena tidak mempunyai kesamaan fonetis.
    5. Mencatat bunyi-bunyi yang berdistribusi komplemeter.
  1. Mencatat bunyi-bunyi yang bervariasi bebas.
  2. Mencatat bunyi-bunyi yang berkontras dalam lingkungan yang sama (identis).
  3. Mencatat bunyi-bunyi yang berkontras dalam lingkungan yang mirip (analogis).
  4. Mencatat bunyi-bunyi yang berubah karena lingkungan.
  5. Mencatat bunyi-bunyi dalam inventori fonetis dan fonemis, condong menyebar secara simetris.
  6. Mencatat bunyi-bunyi yang berfluktuasi.
  7. Mencatat bunyi-bunyi yang selebihnya sebagai fonem tersendiri.

DAFTAR PUSTAKA


Abdullah, M.K. Ejaan yang Disempurnakan. Jakarta: Sandro Jaya.
Alwi, Hasan (Peny.) 1993. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Bloomfield, Leonard. 1995. Bahasa. Jakarta: PT Gramedia Pustaka.
Chaer, Abdul. 1994. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta.
Finoza, Lamuddin. 2008. Komposisi Bahasa Indonesia. Jakarta: Diksi
Jones, Daniel. 1958. The Pronunciation of English. Cambridge: Great Britain at The University Press.
Kridalaksana, Harimurti, 1982. Kamus Linguistik. Jakarta: PT Gramedia.
Muslich, Mansur. 2008. Fonologi Bahasa Indonesia: Tinjauan Deskriptif Sistem Bunyi Bahasa Indonesia. Jakarta: Bumi Askara
Parera, Jos Daniel. 1983. Fonetik dan Fonemik. Ende, Flores: Nusa Indah.
Samsuri, 1978. Analisa Bahasa. Jakarta: Erlangga.
Sudarno. 1990. Morfofonemik Bahasa Indonesia. Jakarta: Arikha Media Cipta.






No comments: